7/02/2012

Tanpa Dipaksa, Anak-Anak Bisa Loh Berbahasa Asing




Memperkenalkan bahasa asing?? Banyak orang tua yakin memperkenalkan asing pada anak sejak dini lebih menguntungkan dan efektif. Karena anak-anak lebih mudah menyerapnya tanpa kerja keras . Menurut para ahli, belajar bahasa asing lebih mudah pada anak-anak di bawah umur 10 tahun dan lebih mudah lagi pada balita, sedangkan pada orang dewasa butuh upaya lebih keras untuk mempelajarinya. Saya termasuk yang meyakini pendapat tersebut. Karena sesungguhnya manusia memang diberikan Tuhan kemampuan untuk mengenal beragam bahasa.

Sebenarnya saya tidak mengajarkan pada anak-anak saya bahasa asing (Inggris) secara khusus, karena saya sendiri kurang menguasainya. Komunikasi di rumah malah menggunakan bahasa daerah (Jawa) dan bahasa Indonesia. Anak-anak belajar bahasa Inggris hanya di sekolah, bahasa Inggris pasif bukan aktif. Kami orang tuanya juga tidak memaksakannya untuk mengikuti kursus bahasa Inggris di luar jam sekolah. Pernah juga 2 anak saya (SD dan SMP) ikut kursus tapi mereka sepertinya tidak betah dengan suasana klasikal yang membosankan menurut mereka.

Beda dengan kedua kakaknya yang sempat saya ikutkan kursus bahasa Inggris walaupun akhirnya tidak betah, si bungsu bahkan sama sekali tidak pernah saya ikutkan kursus. Dia hanya mengenal bahasa Inggris di sekolahnya dan karena saat itu dia masih kelas 1 SD pelajaran bahasa Inggris hanya memperkenalkan kosa kata sederhana seperti nama buah-buahan, warna, dan nama anggota tubuh. Itu saja.

Ternyata hal ini membawa sedikit kegalauan dan kekhawatiran pada saya sebagai ibu ketika kami harus pindah ke luar negeri. Jelas bahasa Inggris yang pasif akan membawa masalah untuk anak-anak kami jika sekolah di sekolah Internasional nanti. Tapi setelah saya berdiskusi dengan suami, kami berketetapan bahwa 2 anak yang besar yang masing-masing kelas 6 SD dan kelas 9 (SMP) akan sekolah di sekolah Indonesia, pertimbangannya selain berada di kelas ujian, mereka akan lebih sulit mengikuti pelajaran di sekolah Internasional yang bahasa pengantarnya adalah bahasa  Inggris. Untung saja di Kairo ada sekolah berkurikulum sama dengan sekolah-sekolah Indonesia jadi tidak ada kesulitan dalam menyesuaikan pelajaran sekolah mereka.


Si bungsu Faiz yang berumur 7 tahun dan saat kami akan pindah ke Kairo dia naik ke kelas 2 SD kami masukkan ke sebuah sekolah Internasional berkurikulum Inggris (British School). Pertimbangannya ya itu tadi, karena dia masih berumur 7 tahun jadi masih mudah untuk belajar bahasa asing dan pelajaran sekolahnya tentu saja belum sebanyak kakak-kakaknya.

Setelah kami daftarkan, lalu sekolah menentukan kapan Faiz harus mengikuti assessment test atau sejenis post test untuk mengetahui sejauh mana kemampuan bahasa Inggrisnya. Mulai dari sini saya agak sedikit khawatir karena Faiz sama sekali tidak pernah berkomunikasi dengan orang asing dan hanya belajar sedikit kosakata dasar di sekolahnya di Indonesia sebelum pindah ke Kairo.

Tibalah hari menegangkan (buat saya) itu, saya datang ke sekolah bersama 2 kakak perempuan Faiz karena ayahnya masuk kerja. Saya lihat Faiz raut wajahnya biasa saja, tidak menyiratkan ketegangan sama sekali. Sampai di sekolah dia di sambut Mr. Graham McRoy untuk diajak ke ruangan test tanpa saya. Saya pikir dia akan menangis karena tegang setelah keluar dari ruangan nanti. Pertama kalinya dia berkomunikasi dengan orang asing seorang diri dalam sebuah ruangan. Saya saja yang sudah dewasa begini merasakan aura ketegangan dalam ruangan itu apalagi anak-anak seumuran Faiz.

Ternyata apa yang terjadi setelah dia keluar dari ruangan? Faiz keluar dengan santai dan senyum khas anak-anaknya. Hmmm... saya pun ikut lega melihatnya. Lalu saya membombardir dia dengan pertanyaan, "Faiz ditanya apa, bisa nggak jawab pertanyaanya, ngapain aja di dalam tadi..?" Lalu apa jawabnya, "Faiz bisa koq, terus kalau nggak ngerti Faiz geleng-geleng aja." Hehehe.... saya tersenyum mendengar jawabannya yang lugu itu.

Hari pertama sekolah, tidak kalah menegangkan untuk saya sebagai ibu. Saya antar Faiz sampai ke dalam kelasnya. Bertemu dengan Miss Coppard, gurunya yang orang Inggris dan 12 orang anak calon teman Faiz yang tentu saja berwajah asing semua, ada yang Jepang, Ghana, Perancis, Jerman, Korea, India dan saya tidak menemukan wajah Indonesia atau Malaysia di dalam kelas Faiz. Kalau ada teman yang bisa berbahasa Indonesia atau Melayu paling tidak saya tidak ragu meninggalkan Faiz sendirian di tengah orang-orang dan lingkungan asing yang sama sekali baru buat anak seumuran dia. Nyatanya semuanya asing, dan saya mau tidak mau harus tega meninggalkan Faiz di sekolah untuk bergabung bersama teman-teman barunya. Akhirnya saya pun pulang dengan galau dan sempat bepikiran pulang sekolah nanti dia akan sesenggukan menangis dan mogok pergi sekolah besoknya.

Selama dia sekolah hari itu, ternyata bukan hanya saya yang dibuat tegang dengan keadaan ini tapi ternyata sang ayah juga tegang. Bolak balik menelpon saya hanya sekedar mengungkapkan kegalauannya (sama dong kayak saya hehehe...). Katanya,"Faiz di sekolah gimana ya? Dia nangis nggak ya?" Tentu saja saya jawab, "Tau deh... tunggu saja sampai jam 3 nanti."  Teng!! jam 3, Saatnya pulang sekolah saya menjemput Faiz pulang sekolah. Ternyata oh ternyata, seharian saya bayangkan dia akan berurai air mata saat pulang sekolah, tidak terbukti. Dia tetap saja santai dengan raut wajah yang tidak tegang dengan senyum seperti biasa. Oalahhh... lega saya.



Beberapa bulan berlalu, saya mengamati perkembangan Faiz dari hari kehari. Pernah kami mencoba untuk menerapkan English day di rumah agar Faiz bisa berkomunikasi aktif  dan menambah kosa kata baru. Tapi ternyata tidak berhasil. Awalnya sih mau, tapi lama-lama program ini luntur dan lenyap karena Faiz tidak pernah mau berbahasa Inggris di rumah. Saya putar DVD belajar bahasa Inggris dia juga tidak pernah tertarik menontonnya. Dan kami tidak memaksanya. 

Tapi kadang-kadang dia keceplosan berbicara dengan bahasa Inggris pada saya. Misalnya; "Ibu, where is my belt?" , "Hey, look at that!", "Yes! I can do it". Tentu saya takjub dengan perkembangannya itu karena hanya berselang 1,5 bulan dia sudah mampu walaupun hanya percakapan yang sederhana. Dia bisa mengerjakan tugas yang diberikan sekolah seperti menyusun kalimat sederhana, soal logika matematika dan tentu saja membaca buku cerita 15 halaman sebagai makanan sehari hari yang jadi PRnya.. Dia juga ikut football club di sekolah karena dia memang hobi main bola.

Saat akhir term tepat 4 bulan Faiz sekolah, ada undangan ke sekolah untuk konsultasi tentang perkembangan anak-anak di sekolah dengan orang tua masing-masing secara personal. Kesempatan menanyakan perkembangan Faiz pada gurunya. Menurut keterangan Miss Coppard, awal masuk sekolah Faiz itu diam di kelas, tidak pernah bergaul dengan teman-temannya, kalau menulis lama sekali. Tapi sekarang, Faiz sudah punya banyak teman dan bergaul tanpa canggung dengan mereka. Komunikasinya terlihat sangat lancar walaupun berkomunikasi dengan saya masih agak malu-malu, kata Miss Coppard. Menulis, mengerjakan soal matematika, belajar IT (komputer) sudah sangat signifikan perubahannya.

Faiz adalah anak yang unik. Dia tidak mau dipaksa belajar, karena akan belajar kalau dirasa perlu dan dia sangat tidak suka dipuji, dia akan ngambek jika saya melontarkan pujian seperti,"wahhh... Faiz hebat ya" di depan orang banyak. Ini yang terjadi tadi malam saat saya tidak sengaja membuka akun facebook-nya. Facebook hanya digunakannya untuk berkomunikasi dengan sepupu dan saudaranya. Saya melihat percakapannya dengan salah seorang sepupunya (kelas 2 SMP) di kolom inbox dengan bahasa Inggris yang saya cukup takjub dibuatnya.
Ini cuplikan percakapan mereka (tanpa di edit) :


Faiz      : Hello, how are you

Fahmi :  hello I'm fine and you

Faiz      : me too

Fahmi : What about your school

Faiz      : Good. I have football club. My team is won 6-0 and than 5-3

Fahmi : oh that's good, you make a gool?

Faiz     :  I made a goal 5 and 4. Is not gool but it was goal.

Fahmi : Yes  I'm wrong hahahaha

Faiz     : I like Arsenal

Fahmi :  i like barcelona and i like messi , what about you ? what your favourite player ?

Faiz     : I like V Persie and Arteta

Fahmi : Why you like he?

Faiz     : Because he was good at playing. What about you?

Fahmi : but messi have very good skill

Faiz     : I know, But arteta he was good at kicking (long kicking)

Fahmi : but ronaldo is better then arteta

Faiz     : I know

Fahmi : yee... all know. Faiz I will go offline goodbye

Faiz     : Bye


Tahukah apa reaksinya ketika saya memuji kehebatan bahasa Inggrisnya di depan ayah dan kakak-kakaknya, "Jangan dikasih tau!! Faiz nggak mau.." Saya pun hanya bisa menyimpan senyum saya melihat reaksinya itu. hehehe...

Saat ini dia juga berani main ke rumah tetangga apartemen kami yang orang Korea dan anaknya satu sekolah dengan Faiz. Saat saya datang ke sekolah menghadiri kegiatan di sekolah saya pun mengamati bagaimana interaksi Faiz dengan teman-temannya. Sungguh saya lihat perkembangan kemampuan bahasanya sangat signifikan. Dari nol atau tidak pernah berbahasa Inggris, dalam waktu 8 bulan dia sudah mampu berkomunikasi aktif dengan bahasa asing. Oh iya, di sekolah dia juga dikenalkan dengan bahasa Arab dan Perancis, dan dia bisa.

Mungkin bisa sedikit saya simpulkan bagaimana tips mengajarkan bahasa asing pada anak-anak tanpa paksaan berdasarkan pengalaman melihat perkembangan Faiz.

  1. Jangan paksakan anak-anak untuk belajar terutama bahasa. Semakin ditekan, materi semakin susah masuknya. Lakukan sambil bermain.
  2. Berikan bahan bacaan semacam buku cerita sederhana berwarna dan bergambar yang jumlah halamannya tidak terlalu tebal (maksimal 20 halaman). Lakukan setiap hari membaca dan sedikit membimbingnya untuk mengetahui artinya. Coba baca e-book yang bisa di download gratis. 
  3. Kalau dia suka main game komputer, jangan dilarang tapi batasi saja waktunya. Karena dari situ banyak kosa kata bahasa Inggris yang bisa dia pelajari.  
  4. Sering nonton film berbahasa Inggris, lebih baik yang ada subtittle bahasa Inggrisnya. Jadi selain mendengar dia juga bisa membaca. Dampingi,  sekaligus sedikit menjelaskan jika ada kosakata yang tidak dia mengerti.

Yang jelas saya telah membuktikan bahwa masa anak-anak terutama di bawah 10 tahun adalah saat yang tepat untuk mengajarkan bahasa asing kepada mereka. Dengan catatan TANPA MEMAKSA...

Seperti pepatah, Belajar di waktu kecil bagai mengukir di atas batu, Belajar saat dewasa seperti mengukir di atas air. 
Selamat mencoba.. Salam.

Tes Calistung untuk Masuk SD, Perlu Nggak Sih??




Tahun ajaran baru sudah di depan mata, inilah saat yang paling merepotkan bagi para orang tua. Bukan saja yang putra putrinya masuk perguruan tinggi, SMU, dan SMP tidak ketinggalan orang tua yang anaknya masuk play group dan TK juga ikut sibuk memilih sekolah yang "kualitasnya" paling bagus. Tentu saja demi pendidikan terbaik untuk anak-anak.

Saya pun jadi ingat saat saya tinggal sebuah perumahan yang umumnya dihuni keluarga muda di Pekanbaru. Menjelang tahun ajaran baru seperti ini para ibu sibuk ngobrolin sekolah TK paling bagus menurut mereka. Tak jarang mereka beradu argumentasi untuk mempertahankan pendapat bahwa sekolah pilihannya lah yang paling bagus. Untuk saya pribadi, memilih sekolah TK nggak usah terlalu dibikin rumit pilih saja sekolah dekat rumah, alasannya tentu karena lebih mudah untuk urusan antar jemputnya.

Ternyata orang tua yang memiliki putra putri usia SD juga tak kalah pusingnya. Karena masuk SD sekarang syaratnya bukan main ribetnya, dibandingkan tahun 1982 saat saya masuk SD. Kalau dulu, asal mau daftar sekolah saja pihak sekolah pasti dengan senang hati menerima. Sekarang SD saja sudah banyak macamnya, ada yang namanya sekolah unggulan, sekolah binaan, sekolah Islam terpadu, sekolah alam, sekolah full day dan entah apa lagi namanya. Label sekolah favorit disematkan pada sekolah-sekolah tertentu dengan fasilitas sekolah yang lengkap dan nilai UASBN lulusannya di atas rata-rata. Semakin banyak jenis sekolah, semakin banyak pula jenis tes masuknya, tak kalah dengan tes masuk perguruan tinggi.

Fenomena tes calistung memang marak beberapa tahun belakangan ini. Katanya sih untuk menyaring siswa yang akan mendaftar ke sebuah SD, terutama sekolah unggulan atau sekolah favorit milik pemerintah atau SD negeri. Karena peminatnya lebih banyak dari daya tampung sekolah maka pihak sekolah menyeleksi calon siswa dengan tes calistung selain seleksi umur. Banyak orang mempertanyakan tes ini, karena dalam peraturan penerimaan siswa baru, tes calistung tidak disyaratkan untuk masuk SD. Namun kenyataannya banyak SD yang melakukannya.

Berikut sebagian bunyi PP 17 tahun 2010 tentang penerimaan siswa baru SD :

Pasal 69 :
(5) Penerimaan peserta didik kelas 1 (satu) SD/MI atau bentuk lain yang sederajat tidak didasarkan pada hasil tes kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, atau bentuk tes lain.

Pasal 70 :
(1) Dalam hal jumlah calon peserta didik melebihi daya tampung satuan pendidikan, maka pemilihan peserta didik pada SD/MI berdasarkan pada usia calon peserta didik dengan prioritas dari yang paling tua.
(2) Jika usia calon peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama, maka penentuan peserta didik didasarkan pada jarak tempat tinggal calon peserta didik yang paling dekat dengan satuan pendidikan.
(3) Jika usia dan/atau jarak tempat tinggal calon peserta didik dengan satuan pendidikan             sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sama, maka peserta didik yang mendaftar lebih awal diprioritaskan.

Menurut para psikolog, membaca, menulis dan berhitung (calistung) ini tidak boleh diajarkan pada anak-anak usia TK. TK adalah tempat bermain dan tempat anak belajar bersosialisasi, calistung boleh diajarkan sepanjang hanya mengenalkan saja, itu juga harus dikenalkan sambil bermain. Saya ingat jaman saya TK dulu memang hanya diajarkan menggambar bulat, garis, segitiga dan menyanyi saja. Namun sekarang "kurikulum" TK sudah jauh berubah, dengan memasukkan calistung jadi bagian dari program belajarnya.

Saya juga memiliki pengalaman yang berbeda dengan ketiga anak saya soal calistung ini.

Anak pertama,

Saat TK A dia sudah pandai membaca Iqra', membaca koran, menulis walaupun di sekolah tidak secara khusus mengajarkannya namun di rumah memang dikondisikan untuk bisa. Lalu saat masuk TK B dia ikut sebuah kursus mental aritmatika dan kemampuan berhitungnya tentu saja lebih baik dari anak seusianya. Saya pikir agak memaksa sepertinya, tapi si anak tidak merasa bosan dan tertekan dengan keadaannya ini.

Namun ketika masuk SD, anak ini bingung ketika diberikan soal matematika berupa soal cerita. Karena dia hanya terbiasa menghitung cepat (bahkan perkalian) alhasil dia tidak mengerti mengenai konsep dan analisa. Misalnya ada soal seperti ini : Ayah memiliki 5 buah permen, diberikan pada kakak 2 buah, berapakah sisanya? Dia pasti kebingungan menjawab soal ini.

Anak kedua

Karena pengalaman dengan anak pertama, ketika TK saya biarkan saja dia bermain tanpa mengajarkannya membaca, dan berhitung secara khusus. Kalau dia bertanya tentang huruf baru kami beritahu. Sama halnya dengan angka, dia susah sekali mengenal dan menghafal angka sehingga sering terbalik-balik menyebutkannya terutama angka belasan. Dan kami membiarkannya sambil membimbing tanpa memaksanya untuk hafal.

Sampai akhirnya dia mampu menghafal dan tidak salah lagi dalam menulis dan menyebut angka waktu di televisi ada tayangan iklan kampanye (tahun 2004) yang menyebutkan tanda gambar dengan angkanya. Tayangan televisi yang berulang-ulang, rupanya membuat dia otomatis mengingatnya.

Anak Ketiga

Si bungsu bisa membaca saat duduk di TK B. Calistung diajarkan di TK tempat dia sekolah. Tapi dia hanya mau belajar di sekolah saja, dan tidak mau mengulangnya di rumah. Sama seperti anak kedua, saya tidak memaksanya untuk belajar lagi di rumah. Sejak bisa membaca, dia gemar sekali membaca headline surat kabar langganan kami. Gemar juga bermain game dengan menu bahasa Inggris, hobinya juga menghafalkan plat nomor kendaraan, misalnya B dari Jakarta, L dari Surabaya, BM Pekanbaru hingga hampir semuanya dia tahu.

Berhitung juga bisa dia lakukan sampai bersusun 3, diapun sepertinya senang jika bisa menyelesaikan soal-soal yang kami anggap sulit untuk anak seumurannya. Kami tidak pernah memaksakan, kalau dia mau dibuatkan soal ya kami buatkan, tapi kalau bosan tidak kami teruskan. Pokoknya asal dia senang dan enjoy saja.

Untuk Apa Tes Calistung?

Soal perlu dan tidaknya tes calistung pada penerimaan siswa baru di SD memang masih mengundang banyak pro dan kontra. Saya sendiri melihat tes calistung ini sebenarnya perlu dilakukan, tapi tidak untuk menentukan diterima atau tidaknya seorang siswa. Tes ini lebih kepada tes kemampuan, untuk memudahkan guru mengelompokkannya hingga dapat diberikan latihan calistung lebih intensif.

Ada hal yang sebenarnya kontradiktif antara aturan PP no. 69 yang sudah disebutkan di atas dengan kurikulum yang berlaku untuk kelas 1 SD. Lihat saja isi buku-buku SD kelas 1 sekarang, saya pikir sangat tidak memungkinkan jika anak yang tidak bisa membaca belajar menggunakan buku-buku itu. Isi buku yang padat sangat tidak ramah untuk anak-anak yang belum bisa membaca.

Lain halnya waktu saya kelas 1 SD dulu, pelajaran pada awal masuk adalah bacaan, "Ini Ibu Budi, Ini Bapak Budi dan lain sebagainya". Guru masih membimbing siswa untuk mengejanya, tulisan dalam buku juga berupa tulisan yang jarang dengan ukuran yang cukup besar. Jumlah mata pelajaran hanya 3 yaitu bahasa Indonesia, Matematika dan IPA. Bandingkan dengan pelajaran anak kelas 1 SD sekarang. Saya pun masih ingat ada beberapa teman yang masih belum lancar membaca sampai kelas 3.

Sedikit cerita tentang anak yang belum bisa membaca yang kebetulan menjadi teman anak bungsu saya saat duduk di kelas 1 sebuah SD Negeri di Pekanbaru. Karena dia tidak bisa membaca, maka otomatis dia selalu tertinggal mengikuti pelajaran. Guru sudah memberi tambahan untuk belajar membaca di luar jam sekolah tapi sepertinya kurang berhasil.  Alhasil pada akhir tahun ajaran, saat kenaikan kelas anak tersebut tidak naik kelas.

Jadi menurut saya, jika pemerintah melarang sekolah untuk mengadakan tes calistung untuk syarat masuk SD, kurikulum SD terutama kelas 1 harus dirubah. Bukan seperti kurikulum yang sangat padat seperti sekarang. Bayangkan saja jumlah mata pelajaran yang harus dipelajari anak-anak itu, ada sekitar 7 mata pelajaran belum lagi mata pelajaran muatan lokal. Seringkali saya tidak tega melihat anak-anak itu menyandang tas yang beratnya mungkin sama dengan tas saya saat SMP dulu.

Saya sih berharap pendidikan di Indonesia akan semakin baik dan berkualitas tanpa membuat anak-anak kehilangan waktu bermainnya. (ellys)

Salam hangat...

Heran, Kenapa Ya Masih Banyak Ibu Enggan Memberikan ASI?


Shutterstock.com

Memiliki buah hati yang sehat tentu adalah harapan semua orang tua. Apa saja akan dilakukan orang tua untuk menjaga kesehatan anaknya, bukan hanya saat dia hadir di dunia tetapi sejak si anak dalam rahim sang ibu. Mengkonsumsi makanan sehat pada masa kehamilan adalah salah satu usaha untuk menjaga kesehatan calon sang buah hati.

Saat dalam kandungan, bayi tumbuh dan berkembang tubuh ibu memberinya antibodi melalui plasenta. Dan ini memberikan kekebalan pasif yang mampu melindungi janin dari serangan penyakit selama kehamilan. Lalu setelah sang bayi lahir, suplai antibodi tidak lagi didapatkan, padahal sistem kekebalan tubuh pada bayi yang baru lahir belum bekerja sempurna. Karenanya bayi sangat rentan akan resiko infeksi pada tahun pertama kelahirannya.

Kita semua tahu bahwa ASI (Air Susu Ibu) adalah makanan pertama untuk bayi yang merupakan anugerah dari Tuhan. Maka dari itu ASI punya segudang keajaiban dalam kandungan nutrisinya. Dan ini tidak perlu diragukan lagi. Beberapa diantara keajaiban ASI menurut para pakar adalah:

  1. Memperkuat sistem kekebalan tubuh, karena ASI mengandung Prebiotik yaitu zat pembangun sistem kekebalan tubuh.
  1. Menurunkan resiko alergi
  1. Menurunkan resiko gangguan pernafasan (mis: batuk dan flu)

  1. Menurunkan resiko penyakit saluran cerna (mis: diare)

  1. Kaya AA dan DHA sebagai zat pendukung pertumbuhan kecerdasan anak.


Sebenarnya masih banyak keunggulan ASI yang sudah diteliti para ahli, namun saya bukan mau berpanjang lebar membahasnya. Saya akan berbagi seputar pengalaman saya tentang pemberian ASI dan dampaknya beberapa tahun kemudian. Karena masing-masing anak saya mendapat porsi ASI yang berbeda-beda, maka reaksinya pun berbeda-beda setelah saya amati tumbuh kembang mereka. Alasannya pun berbeda-beda kenapa saya membedakan mereka dalam pemberian ASI.

Anak pertama

Saya hanya sempat memberikan ASI padanya selama 40 hari saja. Bukan tanpa sebab, saat itu saya masih kuliah dan pada akhirnya saya meminta tolong ibu saya untuk mengasuh anak saya itu daripada diserahkan pada orang lain dalam hal pengasuhan. Dan ibu saya tinggal di luar kota, jadi memberi ASI ekslusif sudah tidak mungkin, alhasil susu formula adalah solusinya.



Anak kedua

Saya sedikit terjebak pada pemikiran yang salah tentang ASI saat anak kedua saya lahir. Mungkin saat itu saya belum begitu aktif mencari informasi soal ASI. Waktu itu, beberapa saat setelah bayi saya lahir si bayi mengalami kuning atau istilah kedokterannya disebut ikterus. Penyebabnya adalah hati yang belum berfungsi dengan baik sehingga terjadi penumpukan bilirubin. Penjelasan lengkapnya ada di sini.

Waktu itu saya panik karena saya tidak mengalaminya pada kelahiran anak pertama. Menurut informasi yang saya terima waktu itu, bayi harus diberikan banyak minum. Nah, saya berpikir bahwa ASI saya kurang banyak. Maka susu formula lagi-lagi saya berikan saat itu dikombinasikan dengan pemberian ASI dan keterusan sampai anak saya berumur 6 bulan.

Anak ketiga

Karena informasi tentang ASI sudah sangat berkembang waktu itu, ditambah saya juga semakin mahir browsing di internet. Sejak hamil anak ketiga, saya bertekad untuk memberikan ASI Ekslusif pada 6 bulan pertama dan memberikannya terus sampai anak berumur 2 tahun. Karena bertekad bulat itulah, saat kelahiran bayi saya menolak mentah-mentah pemberian susu formula dari rumah sakit. Walaupun sempat kecolongan juga pada jam-jam pertama, pihak rumah sakit ternyata memberikan susu formula merk terkenal dan mahal pada bayi saya yang baru lahir.

Sebabnya adalah karena saya melahirkan secara caesar, dan sempat tidak sadar sehingga saya dipisahkan dengan bayi selama beberapa jam. Setelah saya saya sadar saya meminta (agak memaksa) agar saya bisa menyusui bayi saya. Beberapa perawat mengatakan pada saya waktu itu agar susu formula yang sudah disediakan oleh pihak rumah sakit tetap diberikan pada bayi. Tapi saya "membandel" dengan tidak memberikan susu kaleng itu pada bayi saya sehingga akhirnya memang susu formula sama sekali tidak saya berikan. Alhasil saya sukses memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dan berlanjut sampai anak ketiga saya berumur 2,3 tahun.

Faktanya

Mengamati tumbuh kembang ketiga anak saya dari tahun ke tahun saya lalu bisa menarik kesimpulan bahwa ASI memang sangat membantu dalam membentuk antibodi pada tubuh anak-anak. Jika anak pertama rentan alergi dan gampang sekali flu, batuk dan pilek, anak kedua juga mudah tertular flu maka anak ketiga sangat tahan luar biasa terhadap serangan virus flu. Diare, alergi, dan beberapa penyakit khas anak-anak hampir tidak pernah menempel di tubuhnya. Hanya batuk sesekali jika dia salah makan. Terutama saat mereka berada pada usia rentan terkena penyakit (usia balita).

Pernah suatu kali, 2 anak barengan terkena demam berdarah dan harus opname di rumah sakit, kami sempat khawatir karena demam berdarah mudah sekali menular namun si bungsu sehat dan segar bugar. Entah ini karena antibodi yang sudah terbentuk karena pemberian ASI ekslusif atau bukan tapi saya sih tetap yakin 100% ini karena ASI.

Jika dilihat dari rekam medis mereka bertiga, si bungsu hampir tidak pernah menjadi pelanggan dokter dibandingkan dua kakaknya untuk kasus pengobatan sebuah penyakit. Hanya saat melakukan imunisasi saja dia saya bawa ke dokter.

Kenapa Ibu tidak memberi ASI pada bayinya??

Informasi tentang keunggulan ASI sudah sangat banyak dibahas oleh para ahli, baik di media cetak (buku, majalah, koran), televisi ataupun internet. Maka saya agak heran dengan para ibu yang enggan memberikan ASI pada anaknya sehingga lebih memilih memberikan susu formula yang memerlukan budget tambahan tentu saja. Beberapa alasan dikemukakan oleh beberapa teman yang saya ketika saya bertanya kenapa tidak memberi ASI.

1. ASI tidak keluar

Alasan ini sebenarnya kurang bisa diterima, karena secara alami ASI akan keluar dan Tuhan tidak membedakan satu ibu dengan ibu yang lain. Hanya tergantung kemauan dan keyakinan si ibu untuk memberikan ASInya. Untuk alasan ASI tidak keluar sebenarnya ada beberapa penyebab antara lain :   
  • Asupan gizi   
  • Faktor kesehatan ibu   
  • Psikologis   

Dan ketiga hal itu sebenarnya bisa diatasi dengan mudah kalau ada niat ditambah dukungan dari suami dan keluarga.

2. Termakan iklan

Hal ini yang cukup banyak membuat ibu-ibu enggan memberikan ASI pada bayi mereka. Semakin banyak iklan susu formula yang mengatakan bahwa merk susu produksi mereka unggul dan sangat baik untuk membuat anak-anak menjadi cerdas, tahan penyakit, dan sehat. Iklan yang gencar ditambah "dukungan" rumah sakit untuk memberikan susu formula saat bayi baru lahir menjadi semakin menyesatkan. Seolah-olah susu formula lebih baik dari ASI.

Padahal kenyataannya ASI adalah produk alami tubuh manusia yang dianugerahkan Tuhan untuk diberikan pada manusia. Ya jelas tidak ada bandingannya... Sudah ada yang gratis koq malah pilih ngeluarin uang.

3. Malas

Karena saat menyusui penampilan tidak fashionable maka malas menjadi salah satu alasan yang dikemukakan kenapa tidak memberi ASI. Memberikan susu formula dengan botol dianggap tidak merusak penampilan dan nggak bikin berantakan katanya. Hehehehe... alasan yang cukup membuat kening saya berkerut. Mau punya anak tapi nggak mau terganggu penampilannya karena menyusui.

Apapun alasannya, ASI tetap makanan pertama untuk bayi dengan nutrisi paling lengkap dan nomor satu di jagat raya ini. ASI adalah hak anak dan ibu memiliki kewajiban untuk memenuhi hak anak tersebut.

Dan saya menyesal..... pernah tidak memberikan ASI ekslusif pada 2 anak saya...


*ditulis oleh : ellys

Tips Menjaga Kesehatan Anak


healthybodyforkids.com


Menjaga kesehatan anak menjadi perhatian khusus para ibu, terlebih saat pergantian musim yang umumnya disertai dengan berkembangnya berbagai penyakit. Saat pergantian musim terjadi, tubuh beradaptasi ekstra keras menghadapi perubahan cuaca dari musim kemarau ke musim hujan. Udara yang semula panas-kering, tiba-tiba menjadi dingin-lembap. Kondisi ini, menimbulkan ketidaknyamanan, juga membuat tubuh mudah terserang penyakit. Umumnya musim pancaroba diawali hujan yang tidak merata. Ini menyebabkan sebagian kawasan masih tetap berdebu dan berudara panas.
Selanjutnya, debu dan kotoran yang masih tersisa di kawasan tersebut dengan mudah diterbangkan angin ke kawasan lain, dan menjadi vektor (pembawa) penyakit. Anak-anak, terutama usia balita, termasuk yang rentan penyakit di musim pancaroba. Kalau dibiarkan, bukan tidak mungkin berkembang menjadi gangguan kesehatan yang merugikan.

A. Demam
Demam adalah salah satu gangguan kesehatan yang kerap diderita anak di musim pancaroba. Ini bisa jadi lantaran baru di musim pancaroba inilah anak-anak digempur serangan berbagai kuman (biasanya virus) secara besar-besaran. Demam bukan penyakit. Melainkan gejala bahwa tubuh tengah membangun pertahanan melawan infeksi. Lebih tepatnya, demam bisa merupakan gejala aneka penyakit. Mulai infeksi ringan sampai yang serius.

B. Penyakit Saluran Pernafasan
Salah satu penyakit anak di musim pancaroba yang didahului demam adalah penyakit pada sistem pernapasan. Demam yang merupakan gejala penyakit sistem pernafasan biasanya ringan sampai sedang (37,4 – 39,4 derajat Celsius).

Tapi pada beberapa kasus influensa pada anak, demam bisa mencapai 39,9 derajat Celsius. Gejala awal penyakit saluran pernapasan bisa berupa batuk, yang kadang disertai sesak napas. Bisa juga berupa batuk yang disertai pilek, bersin-bersin dan peningkatan suhu tubuh. Bisa juga muncul gejala khusus, yaitu pernapasan yang tidak normal.
Berdasarkan lokasi yang diserang, penyakit ini dibedakan menjadi dua:

1.     1.  Penyakit saluran pernapasan bagian atas .

     Umumnya gejala penyakit saluran napas bagian atas lebih ringan, misalnya batuk-pilek. Hanya saja pada kasus tertentu bisa muncul gejala yang serius, misalnya demam yang agak tinggi (pada radang tenggorok) dan toksemia atau keracunan (pada difteri).

2.       2. Penyakit saluran pernapasan bagian bawah.
   Gangguan di bagian ini bisa memunculkan bronkopneumonia, yaitu radang paru-paru yang berasal dari cabang-cabang tenggorokan yang mengalami infeksi, dan bronkioetitis, yaitu infeksi serius pada cabang terakhir saluran napas yang berdekatan dengan jaringan paru-paru.

C. Penyakit Saluran Cerna

Di peralihan musim kemarau ke musim hujan, kasus penyakit ini menjadi tinggi lantaran banyaknya debu dan kotoran yang berpotensi menjadi vektor. Penyakit ini juga sangat erat kaitannya dengan pola konsumsi makanan. Sebab penyakit ini umumnya disebabkan kuman atau virus yang biasa mencemari makanan dan minuman, apakah itu makanan buatan rumah ataupun makanan jajanan dari luar rumah. Mengingat pola makan anak yang cenderung semaunya, kemungkinan terjadinya penyakit ini menjadi sangat besar.

Penyakit saluran cerna biasanya didahului keluhan mencret, mual dan muntah. Gejala muntah dan mencret biasanya disertai demam, sakit kepala dan mulas-mulas. Tinja anak mungkin tampak berlendir dan bahkan berdarah (jika penyebabnya bukan infeksi, gejala muntah dan mencret jarang disertai mulas dan tinjanya pun tanpa lendir dan darah).

Agar tak terjadi hal yang tidak diinginkan, pertolongan pertama biasanya diprioritaskan untuk menghentikan muntah dan mencret. Dan setelah diberi penanganan, dalam 3 hari umumnya keluhan berkurang. Jika tidak, anak perlu mendapatkan penanganan yang lebih serius.

D. Pencegahan dan Pengobatan

  • Menjaga asupan makanan anak. Nutrisi yang cukup, sesuai dengan usia, berat badan dan aktivitas anak anda akan meningkatkan daya tahan tubuh sehingga tidak mudah terserang penyakit
  • Melengkapinya dengan multivitamin. Suplemen ini mengandung beragam vitamin esensial (yang tidak bisa dibuat sendiri oleh tubuh). Bila diberikan secara tepat – komposisi dan dosisnya disesuaikan dengan kebutuhan anak – multivitamin bisa membantu meningkatkan ketahanan tubuh sehingga tak mudah terserang penyakit pancaroba.
  • Pastikan setiap makanan dan minuman yang masuk ke dalam mulut anak adalah yang terjamin kebersihannya. Artinya, selain harus lebih higienis dalam mengolah dan menyiapkan makanan di rumah, bujuklah anak untuk tidak jajan sembarangan.
    *sumber : dechacare.com




Minum Susu Sebaiknya Malam Hari


medimanage.com


Susu, sudah banyak yang mengetahui kandungan gizi di dalamnya banyak memberikan manfaat bagi tubuh. Lantas, kapan waktu yang tepat untuk mengonsumsinya?
Hal ini dibahas dalam diskusi di grup facebook Gerakan Sadar Gizi. Kurnia Ayu melontarkan pertanyaan,
"Minum susu itu baiknya pagi atau malam hari ya?"
Dalam diskusi ini, dr Rini Sjoekri menulis susu mengandung asam amino tryptophan suatu prekursor untuk neurotransmitter serotonin. Neurotransmitter ini bersifat menenangkan sehingga membantu proses tidur.

"Jadi sebaiknya susu diminum sebelum tidur," kata Rini.

Nor Hasanah, dalam diskusi ini menambahkan, kalsium dalam susu merupakan salah satu nutrisi terbaik untuk menjaga kesehatan tulang karena kalsiumnya lebih mudah diserap tubuh. Untuk hasil maksimal sebaiknya susu dikonsumsi pada malam hari.

Pada malam hari osteoklas atau sel-sel penghancur tulang tidak bekerja. Pada malam hari aktivitas kita juga tidak banyak sehingga kalsium susu terserap optimal.

"Kerja kalsium terutama malam hari. Jadi, jika tujuannya untuk meningkatkan penyerapan kalsium mengkonsumsi susu sebaiknya pada malam hari," tulis Nor Hasanah.

*sumber : dr.anak.blogspot

Bermain Membantu Anak Lebih Kreatif


almightydad.com



Dunia anak adalah dunia bermain, tak heran jika dalam pikiran mereka hanya ada permainan. Jangan buru-buru panik bila menyadari anak hanya ingin bermain. Psikolog Rosdiana Setyaningrum, MPsi, MHPEd, bahkan mengungkapkan bahwa anak-anak dengan usia bermain (sampai usia 12 tahun) justru harus diberi waktu lebih untuk bermain.

"Sampai sekarang banyak orangtua yang cenderung merasa khawatir karena anak-anaknya lebih sering bermain dibanding belajar," ungkap Diana kepada Kompas Female, beberapa waktu lalu di Jakarta.

Karena menganggap anak terlalu sering bermain, orangtua lalu menjejali waktu kosong anak dengan berbagai les pelajaran sepulang sekolah. Sebenarnya hal ini tidak perlu dilakukan karena bisa membuat anak menjadi stres dan cenderung tidak kreatif. Tetapi, jika ingin tetap mengisi waktu anak dengan kegiatan yang bermanfaat, sebaiknya hindari memberikan les pelajaran kepada anak. Anda bisa memberi mereka les keterampilan dan kesenian seperti les menari, melukis, musik, dan lain sebagainya.

"Les seperti ini juga bisa membantu merangsang kreativitas dan perkembangan otak mereka," ungkap Diana.

Menurut sebuah riset, anak-anak dalam usia bermain yang diberi waktu lebih lama untuk bermain di luar rumah dan ruang untuk berekspresi, ternyata jauh lebih pandai dan lebih kreatif dibanding anak yang hanya belajar formal di sekolah atau di tempat kursus. "Ketika anak bermain di luar rumah mereka akan menemukan berbagai hal baru, dan mampu mengkomunikasikan keinginannya kepada teman-temannya," tukasnya.

Bermain terbukti membantu anak untuk lebih mudah bersosialisasi dengan teman-teman lainnya. Ketika bergaul dengan anak-anak lain, anak mungkin akan menemukan beragam konflik. Proses bermain dan berkonflik dengan teman ini akan membantu membentuk kemampuan anak untuk memecahkan masalah yang dihadapinya dengan teman. Dalam prosesnya, bermain juga kerap diidentikkan dengan proses kreatif yang dialaminya.

"Waktu bermain, anak juga dituntut untuk lebih kreatif dengan menciptakan permainan sendiri dari bahan yang ada di sekitarnya, agar permainan mereka lebih menyenangkan," tutur psikolog yang berpraktik di RS Pluit dan Intermed Health Care ini.

Strategi membuat anak mau belajar

Untuk menghindari stres pada anak, Diana menyarankan untuk tidak terlalu membebani anak dengan berbagai pelajaran sepulang sekolah. Sebaiknya, beri waktu anak untuk bermain setelah pulang sekolah dan belajar di sore hari. "Riset membuktikan bahwa setelah bermain, otak anak menjadi lebih segar dan lebih siap untuk menerima pelajaran. Proses belajar pun jadi menyenangkan bagi mereka," tambah pengajar di James Cook University, Singapura, ini.

Namun sebagai orangtua pasti Anda tak ingin anak menjadi malas belajar. Ada strategi yang bisa dilakukan untuk menyiasati agar anak tak hanya suka bermain, tapi juga suka belajar. "Selang-selingkan antara kegiatan dan jadwal yang disukai dengan yang tidak disukainya," tukasnya.

Waktu bermain bisa diselang-seling dengan waktu belajar. Sepulang sekolah, biarkan anak bermain sampai siang hari. Sore harinya, beri anak waktu untuk belajar, dan mengerjakan semua tugas sekolahnya. Malam hari sebelum tidur, anak boleh menonton televisi. Jadwal yang berselang-seling ini bisa membantu anak untuk mengerjakan tugas mereka lebih cepat, tepat, dan bersemangat untuk menyelesaikannya. Dengan demikian, mereka bisa segera melakukan hal yang diinginkannya.

*sumber : KompasFemale
 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Justin Bieber, Gold Price in India