7/26/2012

Kenapa di Mesir Harga Bahan Pokok Tak Pernah Naik Ya??


Di Indonesia kenaikan harga barang-barang kebutuhan dapur yang mendadak melambung sepertinya menjadi hal lumrah kita dengar terutama saat menjelang Ramadhan dan lebaran. Naiknya permintaan tanpa disertai tersedianya barang menjadi alasan harga barang melambung. Ada yang bilang kenaikan ini wajar, ada pula yang mengatakan bahwa kenaikan ini adalah kebiasaan buruk tahunan. Entah ini sengaja atau memang tidak dipersiapkan sebelumnya, yang jelas stok barang kebutuhan seakan menipis menjelang bulan puasa.

Tulisan mbak Ilyani Sudardjat tentang kemungkinan naiknya harga cabe karena gagal panen dan langkanya kedelai sebagai bahan baku tahu dan tempe juga semakin menambah panjang "penderitaan" konsumen. Bahkan beberapa hari menjelang bulan ramadhan (18/7) saya sempat membaca disebuah media online bahwa harga ayam di Kotabaru, Kalimantan Selatan mencapai 100 ribu rupiah per ekor. Wah..!

Waktu tinggal di Pekanbaru, "pedas"nya harga cabe juga beberapa kali saya rasakan. Waktu itu harga cabe pernah menyentuh harga 80 ribu rupiah/kg. Untungnya saya bukan mania cabe, jadi kenaikan harganya tak berpengaruh banyak pada sendi-sendi perekomian keluarga... hehehe.
Tidak hanya itu, beberapa isu juga bisa menyebabkan kenaikan harga bahan kebutuhan pokok hingga kadang tak terkendali. Misalnya saja isu kenaikan gaji PNS atau isu naiknya harga BBM, belum terlaksana harga barang di pasar sudah naik duluan.

Harga Bahan Pokok di Mesir

Hampir setahun saya tinggal di Kairo, tentu saja saya sudah akrab dengan urusan yang berbau pasar di kota ini. Maklumlah saya ibu rumah tangga yang terlanjur cinta dengan dapur jadi urusan ke pasar sudah menjadi wilayah kekuasaan saya. Tiap minggu saya memang wajib berurusan dengan pasar dan isinya karena kalau tidak, kulkas di rumah bakalan kosong tak berpenghuni hehehe..

Nah, karena saya sudah akrab dengan aroma pasar maka saya tahu banyak soal harga barang-barang kebutuhan dapur di pasar. Beras, minyak goreng, daging sapi, daging ayam, ikan, sayur mayur, buah, bawang merah, bawang putih, sampai cabe merah yang sebelumnya saya pikir tidak tersedia di pasar tradisional Kairo. Sejak pertama saya berbelanja di sebuah pasar di daerah Maadi dekat tempat tinggal saya hingga saat ini, hampir tak pernah saya menemukan kenaikan harga yang signifikan. Padahal beberapa momen besar seperti lebaran Idul Fitri dan Idul Adha juga Ramadhan seperti sekarang saya lalui di Kairo.

Misalnya saja harga bawang merah yang hanya 2 LE (Rp. 3000)/kg, harga itu sudah sejak lama bahkan kata mahasiswa di sini sudah bertahun-tahun harganya ya segitu-gitu saja. Harga daging sapi juga begitu, kalau daging sapi negeri harganya 48-50 LE/kg sedangkan daging sapi beku (impor) harganya berkisar 30-32 LE harga itu tak beranjak saat Idul Fitri dan Ramadhan. Kalau daging ayam, harga perkilonya 15 LE tapi sempat mengalami kenaikan juga sampai 20 LE/kg namun berbalik normal selang 2 minggu, kenaikan itu juga bukan karena momen istimewa.

Kalau cabe nih, harga perkilonya biasanya 4-5 LE tapi beberapa bulan yang lalu pernah naik hingga 20 LE/kg. Sempat mengalami kelangkaan juga tapi berangsur normal 2 bulan terakhir. Pernah saya beli cabe yang harganya 20 LE/kg, seminggu kemudian saya membeli lagi di tempat yang sama harganya jadi 5 LE/kg wahhh.... cepet banget nih turunnya, gumam saya dalam hati.  Beras juga, harga beras yang biasa saya beli adalah  5 LE/kg setara dengan Rp.7.500, kata mahasiswa beras yang mereka beli malah hanya 90 LE sekarung yang isinya 25 kg. Murah banget ya...

Pokoknya selama saya di Kairo, urusan harga bahan kebutuhan dapur tak pernah naik gila-gilaan. Ditambah lagi harga gas LPG yang sangat murah, sebulan saya hanya membayar 10 LE alias hanya Rp. 15.000 saja. Bandingkan dengan di Indonesia, per tabung isi 12 kg harganya Rp. 85.000 kalau normal tapi kalau pas langka harganya bisa melambung jadi di atas Rp. 100.000 per tabung.

Lahan pertanian di Mesir

1334830894667676170
Salah satu lahan pertanian di Kairo

Sebenarnya jika dibandingkan lahan pertanian di Indonesia, Mesir hanya punya secuil tanah subur yang letaknya di delta sungai Nil selebihnya ya tanah gurun gersang nan tandus. Curah hujan di Mesir hanya maksimal 4 kali dalam setahun, jadi pengairannya cukup mengandalkan sungai Nil saja. Indonesia kita tahu adalah negara agraris  iklim tropis dan curah hujan tinggi sehingga tanahnya sangat ideal untuk pertanian dan perkebunan. Kata Koes Plus kan tanah kita tanah surga sampai-sampai kayu pun bisa ditanam dan dimakan.

Tapi saya heran, dengan lahan pertanian yang secuil itu Mesir bisa memenuhi kebutuhan bahan-bahan pokok warganya dan stoknya tak pernah kurang hingga harga-harga barang relatif stabil. Buah-buahan, sayuran selalu tersedia tanpa mengimpor. Beras juga begitu, entah dimana lahan untuk menanam padi saya pun belum pernah melihatnya. Saya hanya pernah melihat lahan gandum di Kairo karena memang gandum adalah bahan utama pembuat roti yang merupakan makanan pokok orang Mesir.

Soal porsi makan orang Mesir, jangan ditanya deh.. dibandingkan kita orang Indonesia mereka 3 kali lipat porsi makan kita. Setengah ayam hanya untuk sekali makan. Saya pun semakin heran, kenapa dengan kebutuhan makan yang sedemikian jumbo, stok bahannya tak pernah berkurang.

Indonesia Negara Pengimpor??

Negara kita kaya dengan sumber daya alam, namun kerapkali mengimpor sesuatu yang sebenarnya sangat mudah di produksi di dalam negeri. Misalnya saja kedelai, beras, ikan bahkan singkong. Kan jadi aneh kalau disebut negara agraris tapi petaninya miskin lalu jadi negara pengimpor beras yang notabene adalah makanan pokok warganya.
Masa sih kalah dengan Mesir yang punya lahan secuil tapi bisa selalu memenuhi kebutuhan warganya dengan harga yang murah. Saya sih bukan pengamat ekonomi ataupun pakar pertanian jadi saya pun tidak tahu kenapa bisa begitu...  :D

Salam hangat..

*sumber : Tulisan saya di Kompasiana
 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Justin Bieber, Gold Price in India