7/16/2012

Menghitung Rasio Keuangan Keluarga

123rf.com

Menghitung rasio keuangan keluarga merupakan langkah kedua dari cek finansial. Setelah membuat rincian berapa pengeluaran dan pemasukan per bulan, aset bersih yaitu aset dikurangi utang, langkah selanjutnya adalah menghitung rasio-rasio keuangan keluarga.

"Ada beberapa rasio yang penting. Dari pemeriksaan finansial ini dapat diidentifikasi masalah keuangan kita. Pengecekan finansial merupakan langkah awal," kata Mada Aryanugraha, perencana keuangan dari Akbar Financial Check-up.

Rasio pertama adalah rasio likuiditas. Rasio ini mengukur kemampuan keluarga mengubah aset menjadi uang tunai dengan segera. Uang tunai merupakan aset yang paling likuid, sedangkan tanah dan properti paling tidak likuid karena akan diperlukan waktu lama untuk menjadikannya uang tunai.

Aset likuid ini antara lain digunakan untuk membayar pengeluaran bulanan keluarga. Misalnya dalam keadaan tertentu kepala keluarga tidak dapat bekerja dan tidak menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan, maka akan diperlukan aset yang mudah dicairkan agar dapat menutupi keperluan keluarga sehari-hari.

Untuk mengukurnya, bandingkan antara aset likuid berupa uang tunai, tabungan, dan deposito dengan kebutuhan rata-rata dalam satu bulan. Misalnya aset likuid itu berjumlah Rp 10.000.000, sementara pengeluaran sebesar Rp 3.000.000 maka akan dihasilkan 10.000.000 : 3.000.000 = 3,3. Artinya, aset likuid ini dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga tersebut selama 3 bulan dan 10 hari.

Idealnya, rasio yang disarankan antara 3 dan 6 bulan. Maknanya, sebuah keluarga idealnya memiliki aset likuid yang dapat menghidupi mereka selama 3 hingga 6 bulan jika tidak ada penghasilan. Aset likuid ini dapat dialokasikan sebagai dana darurat.

Porsi aset likuid ini maksimal 15 persen dari total aset yang dimiliki. Jika keluarga terlalu banyak memiliki aset likuid, dikhawatirkan investasinya tidak berkembang maksimal, sementara jika terlalu sedikit aset likuidnya, akan kesulitan jika memerlukan dana dadakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Akhirnya, Anda harus berutang ke kanan-kiri, yang berarti juga  menimbulkan masalah baru.

Rasio kedua adalah rasio utang. Rasio ini mengukur perbandingan total pembayaran utang dengan total pendapatan. Hitunglah total utang yang harus dibayar selama satu bulan dengan total pendapatan dalam satu bulan. Utang itu dapat berupa cicilan Kredit Kepemilikan Rumah, Kredit Tanpa Agunan, Kredit Kepemilikan Kendaraan, utang kartu kredit, utang koperasi, atau utang kepada tetangga.

Misalnya, jika jumlah total utang yang harus dibayar dalam satu bulan sebesar Rp 3.000.000, sementara total pendapatan sebesar Rp 10.000.000, berarti Rp 3.000.000: Rp 10.000.000 = 30 persen. Berarti, sebanyak 30 persen dari total penghasilan akan digunakan untuk membayar utang.

Rasio utang maksimum yang ideal adalah 30 persen. Jika total utang yang harus dibayar lebih dari 30 persen, akan membuat pengeluaran terganggu. Akibatnya, terlalu banyak porsi untuk membayar utang sehingga kita tidak dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari termasuk untuk berinvestasi.

Rasio selanjutnya adalah rasio total kekayaan bersih dibandingkan dengan total aset (solvency ratio). Aset bersih didapatkan dari  aset yang Anda miliki dikurangi dengan utang. Misalkan Anda memiliki rumah seharga Rp 500.000.000, tetapi masih berutang kepada bank sebesar Rp 400.000.000, berarti aset bersih Anda hanya Rp 100.000.000 saja.

Contoh perhitunganya, sebuah keluarga memiliki aset bersih sebesar Rp 100.000.000 dengan kekayaan bersih sebesar Rp 20.000.000 maka jika Rp 20.000.000 : Rp 100.000.000 maka didapatkan 20 persen.

Rasio ini sama sekali tidak sehat. Masalahnya, dengan rasio hanya 20 persen sebenarnya Anda tidak mampu menutupi utang Anda dengan aset yang Anda miliki. Akibatnya, Anda dapat mengalami kebangkrutan.

Idealnya rasio ini harus di atas 35 persen. Rasio selanjutnya adalah rasio tabungan. Rasio ini berguna untuk mengukur kekuatan sebuah keluarga dalam menabung atau berinvestasi untuk keperluan di masa datang.

Untuk menghitungnya, bandingkanlah jumlah uang ditabung untuk tujuan investasi dengan pendapatan Anda. Ambil contoh, sebuah keluarga dengan jumlah tabungan atau investasi sebesar Rp 10.000.000 setahun sementara pendapatannya sebesar Rp 100.000.000 maka perhitungannya Rp 10.000.000: 100.000.000 = 10 persen.

Idealnya, minimal Anda menyisihkan pendapatan sebesar 10 untuk ditabung atau diinvestasikan untuk memenuhi kebutuhan di masa depan seperti dana pendidikan anak atau pensiun.

Rasio yang tidak kalah penting adalah rasio aset investasi berbanding kekayaan bersih. Rasio ini membantu kita untuk melihat kekuatan investasi dalam menopang kehidupan keluarga.

Cara menghitungnya, bandingkan pendapatan dari aset investasi dengan total kekayaan bersih. Misalnya, jika sebuah keluarga memiliki total aset senilai Rp 100.000.000 dengan total utang sebesar Rp 20.000.000, berarti kekayaan bersihnya sebesar Rp 80.000.000. Sementara pendapatan dari aset investasi berupa keuntungan bisnis, bunga, pembagian dividen, uang sewa properti, kenaikan nilai aktiva bersih, kenaikan harga saham, dan lainnya sebesar Rp 2.000.000. Jadi perhitungan rasionya Rp 2.000.000 : Rp 80.000.000 = 2,5 persen.

Angka 2,5 persen menunjukkan bahwa sebesar 2,5 persen aset dari keluarga ini diperoleh dari hasil investasi. Semakin besar persentase pendapatan dari hasil investasi akan semakin baik karena keluarga tersebut tidak bergantung pada gaji saja. Penghasilan dari investasi seperti ini juga disebut penghasilan pasif.

Menurut beberapa perencana keuangan, jumlah aset investasi sebaiknya lebih dari 50 persen dari total kekayaan keluarga. Dengan rutin berinvestasi, secara perlahan rasio ideal ini akan dapat dicapai.

Yuk kita hitung rasio keuangan keluarga ...

*Sumber : KompasFemale



3 Gaya Belajar Anak

thecloroxlounge.com


Masing-masing anak memiliki gaya belajar yang berbeda satu sama lain, hal ini kadang kita orang tua tak menyadarinya. Oleh karena itu, jangan buru-buru menudingnya malas belajar bila nilainya di sekolah menurun. Mungkin penyebabnya karena dia "dipaksa" belajar dengan cara yang bukan gayanya. Coba simak gaya belajar mereka di bawah ini, dan lihat bagaimana hasil belajar mereka dengan gaya tersebut.

1. GAYA BELAJAR AUDITORI (pendengaran)

Kaitannya dengan proses belajar menghafal, matematika dalam hal mengerjakan soal cerita, membaca, dan mengerti isi bacaan.

Ciri pada anak:
- Mudah ingat dari apa yang didengarnya, mudah mengingat apa yang didiskusikan.
- Tak bisa belajar dalam suasana berisik atau ribut.
- Senang dibacakan atau mendengarkan.
- Lebih suka menuliskan kembali sesuatu, senang membaca dengan suara keras, dan pandai bercerita.
- Bisa mengulangi apa yang didengarnya, baik nada, irama, dan lainnya.
- Lebih suka humor lisan ketimbang baca buku.
- Senang diskusi, bicara atau menjelaskan panjang lebar.
- Menyenangi seni musik.

Kendala pada anak:
Sering lupa apa yang dijelaskan guru, sering lupa membuat tugas yang diinstruksikan guru secara lisan, kerap keliru mengerjakan seperti yang diperintahkan guru, dan kesulitan mengekspresikan apa yang dipikirkan.

2. GAYA BELAJAR VISUAL (penglihatan)

Berkaitan dengan proses belajar, seperti matematika (geometri), serta bahasa Mandarin dan Arab atau yang berkaitan erat dengan simbol dan letak-letak simbol. Perbedaan letak simbol bisa berpengaruh karena terjadi perbedaan bunyi.

Ciri pada anak:
      - Lebih mudah ingat dengan cara melihat.
- Tidak terganggu oleh suara ribut saat belajar.
- Lebih suka membaca.
- Lebih suka mendemonstrasikan sesuatu daripada menjelaskan.
- Tahu apa yang harus dikatakan tapi tak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata.
- Tertarik pada seni seperti lukis, pahat, gambar daripada seni musik.
- Sering lupa jika harus menyampaikan pesan secara verbal kepada orang lain.

Kendala pada anak:
Utamanya dalam visual motor, seperti terlambat menyalin pelajaran di papan tulis, dan tulisan tangannya berantakan sehingga tak terbaca.


3. GAYA BELAJAR KINESTETIK (gerak)

Kaitannya dengan proses belajar yang membutuhkan banyak gerak, semisal pelajaran olahraga dan percobaan-percobaan sains.

Ciri pada anak:
- Lebih banyak menggunakan bahasa tubuh.
- Menyukai kegiatan atau permainan yang menyibukkan secara fisik.
- Ketika membaca, menunjuk kata-katanya dengan jari tangan.
- Kalau menghafal sesuatu dengan cara berjalan atau melihat langsung.
- Belajar melalui praktik langsung atau dengan manipulasi (trik, peraga).
- Banyak gerak fisik dan punya perkembangan otot yang baik.
- Menanggapi perhatian fisik.

Kendala pada anak:
Anak cenderung tidak bisa diam. Anak dengan gaya belajar seperti ini tidak bsia belajar di sekolah-sekolah yang bergaya konvensional di mana guru menjelaskan dan anak duduk diam. Anak akan lebih cocok dan berkembang bila di sekolah dengan sistem active learning, di mana anak banyak terlibat dalam proses belajar.

Nah, yang mana gaya belajar anak Anda?

*Sumber : Kompas Female


Asyiknya Masak saat Jauh dari Tanah Air


Memasak adalah rutinitas utama ibu-ibu. Kegiatan di dapur ini wajib hukumnya buat yang menamakan dirinya perempuan, walaupun jaman sekarang nggak ada lagi batasan atau pengkhususan bahwa memasak hanya untuk kaum hawa. Malah saat ini, kaum adam juga makin eksis dengan kegiatan memasak, jadi profesi malah. Memasak buat seorang ibu bukan hanya sekedar hobi atau kesenangan tapi sudah menjadi tugas dan kewajiban kalau mau disayang sama suami. Walaupun gak wajib juga masak sendiri di rumah. Beli makanan di luar terus diangetin di rumah, namanya masak kan....??? Hehehehe.....

Kalau sudah jadi ibu, kalo nggak bisa masak jadi ada yang aneh deh... Biarpun bukan memasak makanan yang didemokan di TV, paling tidak masak telor dadar atau ceplok, bolehlah.... Tapi masa iya sih anak-anak mau dikasih makan telor ceplok terus.. Bakalan protes atau malah demo di depan ibunya nanti. Atau malah jadi mogok makan... Wahhh.. kalau yang ini jangan sampai deh..

Saya sebenarnya bukan termasuk yang hobi dan juga bukan termasuk pinter masak hehehe... Ngaku ya. Yang penting bisalah biarpun gak trampil-trampil amat. Kadang-kadang malas masak malahan... Loh koq?? Iya kalau lagi malas masak beli aja di warung makan dekat rumah. Lauknya tinggal pilih, bahkan bisa 5 macam lauk untuk menu sehari, keren yah... Coba kalau masak sendiri, 5 macam lauk bisa sehari semalam tinggal di dapur. Tapi untuk urusan budget, masak sendiri jelas lebih irit daripada beli di warung. Kalau belinya sekali-sekali sih bisa dimaklumi, lah kalau tiap hari bisa jebol uang belanja ya..... Kalau gini kira-kira para suami protes nggak ya?? Hehehe..

Malas masak terus beli lauk di warung mungkin nggak masalah atau nggak menemui kesulitan kalau kita tinggal di Indonesia. Banyak warung atau restaurant yang menyediakan makanan sesuai dengan keinginan kita. Mau masakan Padang, Jawa, Sunda atau Manado tinggal pilih saja. Mau yang murah sampai yang mahal tinggal pilih. Mau dibungkus atau santap di tempat, terserah anda.

Nah, masak memasak ini akan jadi masalah kalau kita tinggal di luar negeri. Kebiasaan malas masak rupanya nggak berlaku di negeri orang. Mau beli di mana coba??? Pengen sarapan nasi pecel, atau makan siang pake rendang, terus makan malam beli nasi goreng kambing. Hhmmm.... mikir deh kayak orang hamil lagi ngidam hehehe....

Kejadian nih sama saya sekarang ini. Keterpaksaan kadangkala membuat kita jadi mendadak pinter atau jadi banyak ide. Awalnya males jadi rajin, nggak bisa jadi bisa, atau nggak mungkin jadi mungkin. Duuhhh... kayak ngebahas apaaa gitu ya..  Memang saat kita tinggal jauh dari Indonesia, segala sesuatu yang berhubungan dengan makanan jadi hal yang sangat penting. Karena urusan lidah nggak bisa di bohongin terutama lidah Indonesia kita ini.

Makanya ketika saya tinggal di luar negeri seperti saat ini, tiap hari harus masak. Padahal ketika tinggal di Indonesia, mungkin seminggu cuma 3 kali masak sendiri, selebihnya beli. Di Mesir sini nggak mungkin pagi-pagi saya nyari sarapan di warung, selain menunya yang nggak cocok, orang Mesir sarapannya itu jam 11 siang. Keburu keroncongan nih perut.

Bahan-bahan masakan yang nggak ditemukan di sini harus ganti dengan yang lain yang sejenis. Pernah nih saya bikin lontong, hampir 10 kali saya mencoba jadi bubur terus sampai saya patah hati tapi tetap nggak mau nyerah dan akhirnya bisa juga. Kalau tinggal di Indonesia, lontong tinggal beli aja di pasar, paling cuma Rp. 1.000. Masak sayur asem yang isinya pakai buncis mungkin kedengarannya nggak lazim kalau kita tinggalnya di Indonesia. Tapi di sini karena yang mirip kacang panjang itu buncis ya dipake aja. Bikin mi ayam, karena belum bisa bikin mie sendiri akhirnya pake aja spagetti. Kalau tinggal di Indonesia, tinggal panggil abang jual mie ayam keliling, paling cuma Rp. 7.000,-

Pengen siomay, bikin sendiri...




Bikin puding enak..




Urap sayuran..



Itu cuma sebagian contoh, masih banyak lagi yang lain... nanti kalau foto makanan di upload semua di sini jadi pada laper yang baca hehehe...

Jadi hikmahnya, memasak sendiri itu menyenangkan ya.... salam :)

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Justin Bieber, Gold Price in India